Selamat Datang di website Balai Penyuluhan Pertanian Kapanewon Nanggulan Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta.....................

Jumat, 29 Juli 2016

Trips parvispinus

Trips parvispinus Karny.
Famili     : Thripidae
Ordo       : Thysanoptera

Morfologi/Bioekologi
  • Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak-bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat mencapai 20 hari.
  • Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata­-rata 80 butir per induk, diletakkan di permukaan bawah daun atau di dalam jaringan tanaman secara terpencar, akan menetas setelah 3 - 8 hari.
  • Nimfa berwarna pucat, keputihan/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif berada di permukaan tanah. Pupa terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran rendah 7 - 12 hari.  Hidup berkelompok.
  • Hama ini bersifat kosmopolit tersebar luas di Indonesia dan Thailand. Di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Jawa Timur
Gejala serangan
  • Dampak langsung serangan : pada permukaan bawah daun berwarna keperak­-perakan, daun mengeriting atau keriput. Secara tidak langsung: trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Hama menyerang dengan menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak-­bercak putih/keperak-perakan. Daun akan berubah warna menjadi coklat, mengeriting/keriput dan mati. Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil bahkan pucuk mati.
Tanaman inang lain
  • Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama selain cabai yaitu bawang merah, bawang daun dan jenis bawang lainnya dan tomat. Tanaman inang lain yaitu tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili crusiferae, crotalaria dan kacang-kacangan tetapi tidak dijumpai pada gulma.
Pengendalian
a.   Kultur teknis
  • Penggunaan mulsa plastik yang dikombinasikan dengan tanaman perangkap caisin dapat menunda serangan yang biasanya terjadi pada umur 14 hari setelah tanam menjadi 41 hari setelah tanam.
  • Membakar sisa jerami/mulsa yang dipakai selama pertanaman.
  • Sanitasi dan pemusnahan bagian tanaman yang terserang.
b.   Fisik mekanis
  • Penggunaan perangkap likat warna biru, putih atau kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu (Gambar 13).  Setiap minggu perangkap diolesi dengan oli atau perekat.  Perangkap kilat dipasang dengan ketinggian ± 50 cm (sedikit di atas tajuk tanaman).
c.   Hayati
  • Pemanfaatan musuh alami predator kumbang Coccinellidae Coccinella repanda, Amblysius cucumeris (Gambar 14), Orius minutes, Arachnidea dan patogen Entomophthora sp.
d.   Kimiawi
  • Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif (pada prinsipnya agar mengikuti ketentuan seperti yang diuraikan pada halaman 32  butir d), terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian (lihat Lampiran 1) apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman contoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar