Selamat Datang di website Balai Penyuluhan Pertanian Kapanewon Nanggulan Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta.....................

Jumat, 29 Juli 2016

Antraknosa

Antraknosa : Colletotrichum gloeosporioides
Morfologi dan daur penyakit
  • Konidia dapat membentuk apresoria yang dirangsang oleh keadaan suhu, kelembaban dan nutrisi yang cocok. Pada saat perkecambahan apresoria akan cepat dan mudah menginfeksi inangnya. Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau, atau dilahan yang mempunyai drainase baik, dan yang gulmanya terkendali.
  • Penyakit ini tersebar luas di daerah pertanaman bawang di Indonesia.
Gejala serangan
  • Pada  gejala  awal,  daun  memperlihatkan  bercak  putih  berukuran  antara 1 - 2 mm. Bercak putih melebar dan berubah warna menjadi kehijauan. Tanaman mati dengan mendadak, daun bawah rebah karena pangkal daun mengecil. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit otomatis, karena tanaman yang terserang pasti akan mati.  Spora nampak bila infeksi telah lanjut, dengan koloni berwarna merah muda, yang berubah menjadi coklat gelap dan akhirnya kehitam-hitaman.
  • Apabila kelembaban udara tinggi terutama dimusim hujan, miselium akan tumbuh dari helai daun menembus sampai ke umbi menyebar ke permukaan tanah. Miselium yang ada di permukaan tanah berwarna putih dan dapat menyebar ke tanaman lain yang berdekatan. Daun menjadi kering, umbi membusuk.  Infeksi sporadis menyebabkan pertanaman tampak botak di beberapa tempat.
Tanaman inang lain
  • Tanaman sayuran kacang-kacangan, labu-labuan dan terung-­terungan.
Cara pengendalian
  • Pengendalian secara bercocok tanam, dengan mengatur waktu tanam yang tepat, penggunaan benih yang berasal dari tanaman sehat.
  • Pengendalian fisik/mekanik, dengan cara sanitasi dan pembakaran sisa-sisa tanamana sakit, eradikasi selektif terhadap tanaman terserang jika hasil pengamatan serangan ringan < 10 %..
  • Pengendalian kimia, dilakukan jika hasil pengamatan intensitas serangan  > 10 %.  Fungisida yang digunakan yang telah diizinkan oleh Menteri Pertanian.

Embun Buluk

Embun Buluk (Downy mildew) ; Peronospora destructor (Berk) Casp.
Nama umum : Peronospora destructor (Berk.)
Casp. ex Berk.
Klasifikasi : Kingdom : Chromista
Filum : Oomycota
Ordo : Peronosporales
Famili : Peronosporaceae
Sumber gambar : CABI
Morfologi dan daur penyakit
Patogen dapat bertahan pada biji, umbi dan di dalam tanah dari musim ke musim. Pada cuaca lembab dan sejuk, patogen dapat berkembang dengan baik. Penyebaran spora melalui angin. Penyakit ini berkembang terutama pada musim hujan, bila udara sangat lembab dan suhu malam hari rendah.
Kelembaban tinggi sejuk sangat menguntungkan perkembangan patogen. Kesehatan ­benih/umbi yang ditanam, akan mempengaruhi serangan patogen di lapang.
Penyakit banyak dijumpai di Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta (Indonesia), Filipina, Malaysia, dan Thailand.
Gejala serangan
Di dekat ujung daun terdapat bercak hijau pucat dan bila cuaca lembab pada bercak tersebut terdapat miselium dan spora yang berwarna ungu kecoklatan.  Tanaman muda yang terserang bila tetap hidup akan menjadi kerdil.  Bercak pada daun biasa menyebar ke bagian bawah hingga mencapai umbi, merambat ke lapisan-lapisan umbi yang lain, berwarna kecoklatan, berkerut pada lapisan telur, bagian dalam umbi tampak kering dan pucat.  Serangan berat menyebabkan umbi membusuk, daun menguning, layu dan mengering, diliputi oleh miselium berwarna hitam.

Tungau Kuning

Tungau Kuning : Polyphagotarsonemus latus Banks.
Famili : Tarsonematidae
Ordo   : Acarina
Morfologi/Bioekologi

Imago bertungkai 8 sedangkan nimfa bertungkai 6, berukuran tubuh sekitar 0,25 mm, lunak, transparan dan berwarna hijau kekuningan. Telur berbintik-bintik putih, berwarna kuning muda berdiameter 0,1 mm. Berkembang biak secara berkopulasi biasa dan partenogenesis. Tungau betina mampu meletakkan telur sebanyak 40 butir selama 15 hari. Sejak menetas dari telur hingga dewasa dan siap berkembang biak sekitar 15 hari. Hama ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis sedangkan di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini adalah Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Gejala serangan
Hama menghisap cairan tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi abnormal dan perubahan warna seperti daun menebal dan berubah warna menjadi tembaga/kecoklatan, terpuntir, menyusut serta keriting, tunas dan bunga gugur.  Pada awal musim kemarau biasanya serangan bersamaan dengan serangan trips dan kutu daun.
Tanaman inang lain
Hama ini bersifat polifag, diketahui di Indonesia terdapat lebih dari 57 jenis tanaman inang antara lain tomat, karet, teh, kacang panjang, tembakau, jeruk dan tanaman hias.

Trips parvispinus

Trips parvispinus Karny.
Famili     : Thripidae
Ordo       : Thysanoptera

Morfologi/Bioekologi
  • Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak-bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat mencapai 20 hari.
  • Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata­-rata 80 butir per induk, diletakkan di permukaan bawah daun atau di dalam jaringan tanaman secara terpencar, akan menetas setelah 3 - 8 hari.
  • Nimfa berwarna pucat, keputihan/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif berada di permukaan tanah. Pupa terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran rendah 7 - 12 hari.  Hidup berkelompok.
  • Hama ini bersifat kosmopolit tersebar luas di Indonesia dan Thailand. Di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Jawa Timur
Gejala serangan
  • Dampak langsung serangan : pada permukaan bawah daun berwarna keperak­-perakan, daun mengeriting atau keriput. Secara tidak langsung: trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Hama menyerang dengan menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak-­bercak putih/keperak-perakan. Daun akan berubah warna menjadi coklat, mengeriting/keriput dan mati. Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil bahkan pucuk mati.
Tanaman inang lain
  • Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama selain cabai yaitu bawang merah, bawang daun dan jenis bawang lainnya dan tomat. Tanaman inang lain yaitu tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang, kapas, tanaman dari famili crusiferae, crotalaria dan kacang-kacangan tetapi tidak dijumpai pada gulma.
Pengendalian
a.   Kultur teknis
  • Penggunaan mulsa plastik yang dikombinasikan dengan tanaman perangkap caisin dapat menunda serangan yang biasanya terjadi pada umur 14 hari setelah tanam menjadi 41 hari setelah tanam.
  • Membakar sisa jerami/mulsa yang dipakai selama pertanaman.
  • Sanitasi dan pemusnahan bagian tanaman yang terserang.
b.   Fisik mekanis
  • Penggunaan perangkap likat warna biru, putih atau kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu (Gambar 13).  Setiap minggu perangkap diolesi dengan oli atau perekat.  Perangkap kilat dipasang dengan ketinggian ± 50 cm (sedikit di atas tajuk tanaman).
c.   Hayati
  • Pemanfaatan musuh alami predator kumbang Coccinellidae Coccinella repanda, Amblysius cucumeris (Gambar 14), Orius minutes, Arachnidea dan patogen Entomophthora sp.
d.   Kimiawi
  • Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif (pada prinsipnya agar mengikuti ketentuan seperti yang diuraikan pada halaman 32  butir d), terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian (lihat Lampiran 1) apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman contoh.

Ulat Grayak

Ulat Grayak    : Spodopthera litura F.Famili                  : NoctuidaeOrdo                  : LepidopteraGambar : a. Warna ulat bervariasi tergantung jenis makanannya. b. Mempunyai kalung hitam pada lehernya, Aktif pada senja hari
Gejala serangan   : daun berlubang
Morfologi/Bioekologi
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat dapat terbang sejauh 5 kilometer.  Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000 - 3000 telur.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina.
Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Beberapa hari kemudian tergantung ketersediaan makanan, ­larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah perbedaan hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang. Umur 2 minggu panjang ulat sekitar 5 cm.
Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari, pupa 8 - 11 hari).
Hama ini tersebar di Asia, Pasifik dan Australia sedangkan di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini adalah DI Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya.
Gejala serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun menyerang secara serentak berkelompok, serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat. Serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau.
Tanaman inang lain
Hama ini bersifat polifag, selain cabai tanaman inang lainnya yaitu kubis, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, tembakau, bawang merah, terung, kentang, kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah), kangkung, bayam, pisang, tanaman hias juga gulma Limnocharis sp., Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., Clibadium sp. dan Trema sp.

Kutu Daun

Kutu Daun Persik : Myzus persicae Sulz.
Nama umum : Myzus persicae Sulzer (1776)
Klasifikasi : Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Subordo : Sternorrhyncha
Superfamili : Aphidoidea
Famili : Aphididae
Sumber gambar : CABI
Morfologi/Bioekologi
Nimfa dan imago mempunyai antena yang relatif panjang/sama panjang dengan tubuhnya. Nimfa dan imago yang bersayap mempunyai sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang disebut kornikel. Ujung kornikel berwarna hitam. Imago yang bersayap warna sayapnya hitam, ukuran tubuh 2 - 2,5 mm, nimfa kerdil dan umumnya berwarna kemerahan. Imago yang tidak bersayap tubuhnya berwarna merah atau kuning atau hijau berukuran tubuh 1,8 - 2,3 mm. Umumnya warna tubuh imago dan nimfa sama, kepala dan dadanya berwarna coklat sampai hitam, perut berwarna hijau kekuningan. Siklus hidup 7 - 10 hari. Temperatur mempenga­ruhi reproduksi ( > 25 - < 28,5 °C mengurangi umur imago dan jumlah keturunan, > 28,5 OC reproduksi terhenti). Berkembang biak secara partenogenesis. Seekor kutu menghasilkan keturunan 50 ekor. Lama hidup kutu dewasa dapat mencapai 2 bulan.
Daerah penyebaran hama ini sangat luas hampir terdapat di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia yang melaporkan adanya serangan hama ini antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara dan Irian Jaya.
Gejala serangan
Dampak langsung serangan hama ini adalah tanaman menjadi keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpuntir, layu lalu mati. Secara tidak langsung, kutu ini merupakan vektor lebih dari 150 strain virus terutama penyakit virus CMV, PVY. Kutu ini biasanya hidup berkelompok dan berada di bawah permukaan daun, menghisap cairan daun muda dan bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat/cairan yang dikeluarkan kutu ini mengandung madu sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat menghambat proses fotosintesa.
Tanaman inang lain
Hama ini bersifat polifag, diketahui lebih dari 400 jenis tanaman inang. Selain inang utama yaitu kentang dan tomat, tanaman inang lain yaitu tembakau, petsai, kubis, sawi, ketimun, semangka, ubi jalar, terung, buncis, kapri, jagung, jenis kacang-kacangan, bit, tebu dan jeruk.
Pengendalian
a.  Kultur teknis
  • Sanitasi dan pemusnahan gulma dan bagian   tanaman yang terserang dengan cara di bakar.
b.   Fisik mekanis
  • Penggunaan kain kassa / kelambu baik di  bedengan pesemaian maupun di lapangan
  • Penggunaan perangkap air berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.
c.  Hayati
  • Pemanfaatan musuh alami parasitoid Aphidius sp., predator kumbang Coccinella transversalis (Gambar 10), Menochillus sexmaculata, Chrysopa sp., larva syrphidae, Harmonia octomaculata, Microphis lineata, Veranius sp. dan patogen Entomophthora sp., Verticillium sp.
d.     Kimiawi
  • Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif (pada prinsipnya agar mengikuti ketentuan seperti yang diuraikan pada halaman 32 butir d), terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian (Lampiran 1) apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, jumlah kutu daun lebih dari 7 ekor per 10 daun contoh atau serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman contoh.

Layu Fusarium

Penyakit layu fusarium Fusarium oxysporum f. sp. melongenae Schlecht.Morfologi dan daur penyakit
Gambar : Gejala layu Fusarium di lapang (terlihat penguningan  tajuk) dan Warna coklat pada pembuluh akibat serangan Fusarium
Cendawan ini mempunyai 3 alat reproduksi yaitu mikrokonidia (terdiri dari 1 sel), makrokonidia (2 - 6 septa) dan klamidospora (merupakan pembengkakan pada hifa). Stadium terakhir merupakan stadium yang tahan pada segala cuaca dan cendawan ini merupakan patogen tular tanah. Penyebaran dapat terjadi oleh angin berupa tanah terinfeksi dan dapat juga terbawa melalui pengairan. Layu total dapat terjadi antara 2 - 3 minggu setelah terinfeksi. Penyakit ini jarang terjadi pada tanah yang kering atau sistem perairan yang cukup baik.
Gejala serangan
Tanaman yang terserang menjadi layu, mulai dari daun bagian bawah dan anak tulang daun menguning. Bila infeksi berkembang, tanaman menjadi layu dalam 2 atau 3 hari setelah infeksi. Warna jaringan akar dan batang menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa yang berwarna putih seperti kapas. Apabila serangan terjadi pada saat pertumbuhan sudah maksimum maka tanaman masih dapat menghasilkan buah. Namun bila serangan sudah sampai pada batang, maka buah kecil akan gugur. Penyebaran penyakit (spora) melalui angin dan air pengairan. Penyakit ini jarang terjadi pada tanah yang kering atau yang pengairannya baik.
Di Indonesia penyakit menyebar antara lain di  Jawa Barat, DI. Yogyakarta dan Jawa Timur.
Tanaman inang lain
Kacang panjang, kentang, kubis dan ketimun.
Cara pengendalian
  • Pengendalian secara bercocok tanam, meliputi pergiliran tanaman, pengaturan drainase, penanaman varietas tahan, penanaman benih sehat.
  • Pengendalian biologi, dengan menggunakan agens hayati antara lain Gliocladium sp., dan Trichoderma sp.
  • Pengendalian kimiawi, dengan menggunakan fusngisida yang efektif yang telah diizinkan oleh Menteri Pertanian.

Lalat Buah

Lalat Buah : Bactrocera, spp.
Order: Diptera
Family: Tephritidae
Sumber gambar : CABI
Morfologi/Bioekologi
Serangga dewasa mirip lalat rumah, panjang sekitar 6 - 8 mm dan lebar 3 mm. Torak berwarna oranye, merah kecoklatan, coklat atau hitam biasanya pada B. dorsalis terdapat 2 garis membujur dan sepasang sayap transparan. Pada abdo­men terdapat 2 pita melintang dan satu pita membujur warna hitam atau bentuk buruf T yang kadang-kadang tidak jelas. Pada lalat betina ujung abdomen lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah sedangkan lalat jantan abdomen lebih bulat.
Telur berwarna putih berbentuk bulat panjang yang diletakkan secara berkelompok 2-15 butir di dalam buah.
Larva terdiri atas 3 instar berbentuk belatung/bulat panjang dengan salah satu ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang jelas merupakan alat kait mulut, mempunyai 3 ruas torak, 8 ruas abdomen, berwarna putih susu atau putih keruh atau putih kekuningan, larva menetas di dalam buah cabai.
Pupa, berada di permukaan tanah berwarna kecoklat-coklatan dan berbentuk oval dengan panjang sekitar 5 mm. Siklus hidup di daerah tropis sekitar 25 hari. Serangga betina dapat meletakkan telur 1 - 40 butir/buah/hari dan dari satu ekor betina dapat menghasilkan telur 1.200 – 1.500 butir. Stadium telur 2 hari, larva 6 - 9 hari. Larva instar 3 dapat mencapai panjang sekitar 7 mm, akan membuat lubang keluar untuk meloncat dan melenting dari buah masuk ke dalam tanah dan menjadi pupa di dalam tanah. Pupa berumur 4 - 10 hari dan menjadi serangga dewasa.
Selain di Indonesia hama ini tersebar di Asia, Pasifik, Afrika umumnya di daerah tropis dan subtropis.
Gejala serangan
Buah yang terserang ditandai oleh lubang titik hitam pada bagian pangkalnya, tempat serangga dewasa memasukkan telur. Umumnya telur diletakkan pada buah yang agak tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari langsung, pada buah yang agak lunak dengan permukaan agak kasar. Larva membuat saluran di dalam buah dengan memakan daging buah serta menghisap cairan buah dan dapat menyebabkan terjadi infeksi oleh OPT lain, buah menjadi busuk dan biasanya jatuh ke tanah sebelum larva berubah menjadi pupa.
Tanaman inang lain
Semua tanaman buah-buahan dan sayuran buah antara lain mangga, kopi, pisang, jambu, cengkeh, belimbing, sawo, jeruk, ketimun, dan nangka.
Pengendaliana.    Kultur teknis
  • Penggunaan varietas tahan seperti varietas Hot Pepper 002 dan Tuban (Moekasan, 2006)
  • Pencacahan (pembongkaran) tanah di sekitar tanaman agar kepompong yang berada di dalam tanah terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati.
  • Tumpang sari tanaman cabai dengan kubis atau tomat dapat menekan populasi lalat buah dan pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat
b.    Fisik/mekanis
  • Sanitasi kebun bertujuan untuk memutus siklus hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Buah yang jatuh dikumpulkan kemudian dimusnahkan dan dibakar atau dikubur, atau mengumpulkan buah yang busuk yang terinfestasi lalat buah ke dalam tong sampah yang ditutup dengan kain kasa dengan tujuan agar parasitoid lalat buah dapat keluar melalui lubang kain kasa, sedangkan larva lalat buah tidak berkembang menjadi imago.
  • Penggunaan perangkap beratraktan yang terbuat dari plastik/botol air mineral yang sudah dipasangi atraktan seperti Metil eugenol (ME), Cue lure, minyak Melaleuca brachteata (MMB) atau minyak selasih dan dapat dicampur dengan pestisida yang diteteskan pada kapas (± 16 buah/ha). Perangkap dipasang pada cabang pohon setinggi 2 – 3 m dari permukaan tanah atau pada ketinggian tajuk terendah dari tanaman di mana perangkap dipasang. Setiap 2 minggu atraktan diganti.
  • Pengasapan dengan cara membakar seresah/jerami untuk mengusir lalat buah yang datang ke pertanaman. Pengasapan efektif dilakukan selama 3 hari dan jika dilakukan selama 13 jam terus menerus dapat membunuh lalat buah.
  • Pemungutan buah terserang (sebaiknya ketika masih menggantung di tanaman) dan memusnahkan dengan cara dibakar.
c. Biologi
Pemanfaatan musuh alami seperti  parasitoid dari famili Braconidae (Biosteres sp., Opius sp.), Aceratoneuromyia indica. Kelompok predator yang menjadi musuh alami lalat buah seperti dari famili Formicidae (semut), Solenopsis geminate, Arachnidae (laba-laba), Staphylinidae (kumbang), Demaptera (cocopet), Chrysoperta carnea, dan patogen serangga Bacillus thuringiensis.
d.     Pengendalian dengan peraturan
Penerapan peraturan karantina antar area/wilayah/Negara yang ketat untuk tidak  memasukkan buah/sayur yang terserang dari daerah endemis (Permentan No. 37/2006 tentang syarat dan tindakan karantina untuk pemasukan buah dan sayuran buah ke wilayah Indonesia).
e.    Kimiawi
Penggunaan pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif profenofos, deltametrin, beta siflutrin, dan imidakloprid.

Bercak Daun

Penyakit Bercak Daun :
Cercospora capsici Heald et Wolf
Gambar : Gejala Serangan Bercak Daun
Morfologi dan daur penyakit
Konidium cendawan ini berbentuk gada panjang bersekat 3 - 12. Konidiofor pendek, bersekat 1 - 3, cendawan dapat terbawa oleh benih dan bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit selama satu musim. Cuaca yang panas dan basah membantu perkembangan penyakit. Penyakit dapat timbul pada tanaman muda di persemaian, meskipun cenderung lebih banyak pada tanaman tua. Pada musim kemarau dan pada lahan yang mempunyai drainase yang baik, penyakit ini kurang berkembang.
Penyakit tersebut antara lain menyebar di Sumatera Utara, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan Irian Jaya.
Gejala serangan
Gejala serangan penyakit pada daun berupa bercak kecil berbentuk bulat dan kering. Bercak meluas sampai diameter sekitar 0,5 cm. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan warna tepi lebih tua. Bercak yang tua dapat menyebabkan lubang. Apabila terdapat banyak bercak maka daun cepat menguning dan gugur, atau langsung gugur tanpa menguning lebih dahulu. Bercak sering terdapat pada batang, tangkai daun maupun tangkai buah, namun pada buah jarang dijumpai. Kadang-kadang penyakit ini menyerang cabai di persemaian.
Tanaman inang lain
Belum diketahui adanya tanaman inang lain.
Cara pengendalian
Pengendalian secara bercocok tanam, meliputi pergiliran tanaman, perbaikan drainase, penentuan waktu tanam, penggunaan bibit sehat
Pengendalian secara fisik/mekanik, dengan melakukan sanitasi, eradikasi selektif terhadap tanaman terserang
Perlakuan biji sebelum ditanam
Pengendalian kimiawi, dengan aplikasi fungisida yang efektif yang telah diizinkan oleh Menteri Pertanian.

Antraknosa


Penyakit Busuk Buah Antraknosa
Colletotrichum capsici (Syd.) Bult. Et. Bisby,
C. gloeosporioides dan Gloeosporium piperatum Ell.et.Ev.
Morfologi dan daur penyakit
C. capsici mempunyai banyak aservulus, tersebar di bawah kutikula atau pada permukaan, berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, halus dan meruncing ke atas. Konidium berwarna hialin, berbentuk tabung (silindris), ujung-ujungnya tumpul atau bengkok seperti sabit. Konidium dapat disebabkan oleh angin. Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji, sehingga dapat menginfeksi persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit. Cendawan yang menyerang daun dan batang tidak dapat menginfeksi buah. Cendawan dapat bertahan dalam sisa-sisa tanaman sakit. Pada musim kemarau pada lahan yang berdrainase baik perkembangan penyakit kurang.
Perkembangan penyakit sangat baik pada suhu 30 °C. Perkembangan lebih cepat pada buah yang lebih tua, sedangkan pada buah muda lebih cepat gugur karena infeksi.
Di Indonesia penyakit tersebut dapat ditemukan di pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.

Gejala serangan
Gejala serangan awal berupa bercak coklat kehitaman pada permukaan buah, kemudian menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok seta dan konidium. Serangan yang berat menyebabkan seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti jerami padi. Keadaan cuaca panas dan lembab mempercepat perkembangan penyakit.
Tanaman inang lain
Belum diketahui adanya tanaman inang lain.
Cara pengendalian
  • Pengendalian secara bercocok tanam, meliputi pergiliran tanaman, perbaikan drainase, penentuan waktu tanam, penggunaan bibit sehat, penanaman varietas tahan.
  • Pengendalian secara fisik/mekanik, dengan eradikasi selektif dan sanitasi kebun.
  • Pengendalian kimiawi, dengan menggunakan fungisida yang efektif yang telah diizinkan oleh Menteri Pertanian.

Virus Kuning

Gemini Virus/Virus Kuning
Penyebab : Geminivirus ”TYLCV” (Tomato Yellow Leaf Curl Virus)
Morfologi dan daur penyakit
Penyakit tidak ditularkan melalui biji, tetapi dapat menular melalui penyambungan dan melalui serangga vektor kutu kebul. Kutu kebul dapat menularkan geminivirus secara persisten (tetap ; yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, selamanya sampai mati dapat menularkan).
Gejala serangan secara umum :
Warna tulang daun berubah menjadi kuning terang, mulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daunmenebal dan daun menggulung ke atas (cupping).
Infeksi lanjut, daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman  kerdil dan  biasanya produksi buah menurun/tidak  berbuah.Gejala di lapangan di tiap daerah biasanya tidak sama, tergantung dari jenis varietas cabai, ketinggian tempat dan lingkungan.
Kerugian : 2007 di 14 provinsi daerah sentra cabai mencapai Rp 20 Miliyar 1ebih, dan akhir  2009 lahan cabai di Kediri, Provinsi Jawa Timur terserang 650 ha dengan kerugian petani Rp 16 Milyar lebih.
Tanaman inang lain Tomat, cabai rawit, tembakau, gulma babadotan dan  bunga kancing  (Gomphrena globosa).
Pengendalian   :
Anjuran teknologi pengendalian virus kuning yang dilakukan selama ini  merupakan hasil penelitian dan kajian lapang Lembaga Penelitian (Balitsa), Perguruan Tinggi (IPB, UGM) dan instansi terkait, dengan upaya pengendalian antara lain sebagai berikut  :
A.  Pada Pesemaian
  • Penggunaan benih sehat dan bukan berasal dari daerah terserang
  • Menanam varietas yang agak tahan (karena tidak ada yang tahan) misalnya cabai Kopay Sumbar,
  • Perendaman benih dengan larutan PGPR (Plant Growth Promotion Rhizobacter), atau   Pf/Pseudomonas fluorescens dengan dosis 20 ml/liter air selama 6 – 12 jam). Beberapa Laboratorium PHP di daerah sudah mampu membuat bahan perbanyakan larutan PGPR atau Pf, selain itu bahan perbanyakan PGPR juga dapat diperoleh di Klinik Tanaman Fakultas Pertanian IPB (Institut Pertanian Bogor),
  • Menutup/mengerodongi persemaian sejak benih disebar untuk pencegahan masuknya vektor virus dengan menggunakan kasa/kelambu halus yang tembus sinar matahari.
B.  Di Lapangan :
  • Untuk menahan / membatasi masuknya vektor kutu kebul ke dalam petak tanaman, dilakukan penanaman tanaman pinggiran lahan tanam dengan 6 baris tanaman jagung 3-4 minggu sebelum tanam cabai dengan jarak tanam rapat 15 – 20 cm atau tanaman border lainnya antara lain, orok–orok, dan pagar kelambu setinggi 2,8 – 3m dari tanah,
  • Penggunaan mulsa plastik perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah untuk mengurangi infestasi serangga vektor dan mengurangi gulma,
  • Penyiraman tanaman pada umur 1 MST (sebelum pindah tanam) dengan PGPR 20 cc / l air, dan dilanjutkan pada umur 20 HST dan 40 HSTdengan konsentrasi 20 cc / l air dengan volume penyiraman 100 ml /tanaman,  bersamaan pemupukan susulan.
  • Pemberian pupuk kandang/kompos minimal 20 ton/ha,
  • Sanitasi lingkungan, mengendalikan gulma berdaun lebar dari jenis bebadotan, daun kancing, ciplukan dan gulma lainnya yang dapat menjadi inang virus dan  kutu kebul,
  • Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan dengan cara dibakar supaya tidak menjadi sumber penularan.
  • Pemasangan perangkap likat kuning sebanyak 40 lembar/ha secara serentak di pertanaman, digantung/dijepit pada kayu/bambu setinggi 30 cm di atas tajuk daun guna mengurangi populasi vektor,
  • Menjaga keberadaan parasit nympha, Encarsia formosa dan predator Monochilus siegmaculatus, dengan tidak menggunakan pestisida kimia sintetik secara tidak selektif,
  • Rotasi tanaman dengan tanaman selain cabai dan bukan inang virus, terutama bukan dari famili Solanaceae (contoh : kentang, tembakau), dan famili Cucurbitaceae (contoh : mentimun, melon). Rotasi tanaman dilakukan dalam hamparan, tidak perorangan, serentak setiap satu musim tanam dan seluas mungkin.
  • Aplikasi pestisida nabati (50–100 lbr daun sirsak atau daun tembakau/5 liter air+15 gr sabun colek) atau (20 gr biji atau 50 gr daun nimba + 1 gr sabun colek/1 liter air). Ramuan ditumbuk halus, dicampur air, diamkan 1 malam, dan disaring. Selain itu menggunakan ekstrak bunga pukul 4, bayam duri, sirsak dan eceng gondok,

Ulat Daun Rambutan

Ulat Daun RambutanHyperaeschrella insulicolaOrdo: Lepidoptera,
Famili: Notodontidae
Gejala Serangan
Larva memakan daun rambutan hingga tanaman menjadi gundul dan meranggas, terutama pada larva instar 3 dan 4.
Morfologi/Bioekologi
Ngengat berwarna coklat berbulu halus, jantan mempunyai antenna berumbai sirip seperti daun kelapa, panjang 17-19 mm. Betina mempunyai antenna seperti cambuk tanpa sirip, panjang 22-29 mm. Lama hidup 4-5 hari.
Telur berwarna hijau kekuningan, soliter, bulat, berukuran 0,75-1,00 mm, diletakkan pada permukaan daun bagian bawah. Stadia telur 4-6 hari.
Panjang larva 40,0-55,6 mm, tidak berbulu, berkembang dalam 6 instar, bagian punggung pada larva instar 6 berwarna hijau dengan garis kuning di tengah, bagian perut berwarna hijau tua, bagian samping terdapat garis berwarna coklat kemerahan sepanjang tubuh. Sebelum menjadi pupa, larva instar 6 turun dengan merayap atau menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva 16-17 hari.
Pupa terbentuk dalam tanah atau tumpukan daun kering sekitar tanaman rambutan, berwarna coklat kehitaman dengan panjang 18-23 mm. Stadia pupa 10-11 hari.
Pengendalian
Cara kultur teknis
  • Sanitasi seresah dan gulma di bawah pohon dan sekitar tanaman yang terserang untuk memusnahkan pupa yang ada dan menghindarkan serangga dewasa berkepompong.
  • Pemupukan, khususnya setelah dilakukan sanitasi dan ketersediaan air/kelembaban tanah masih cukup, untuk mempercepat pertumbuhan tanaman yang telah meranggas.
  • Pemberian air pengairan (apabila memungkinkan)
Cara fisik/mekanis
  • Pengumpulan larva prapupa dan pupa serta pemusnahannya (dikubur/dibakar)
  • Pengasapan/pengoboran untuk mengusir ngengat yang hinggap di pohon dan membunuh larva
Cara kimiawi.
  • Penggunaan insektisida racun kontak atau racun perut, dengan menggunakan alat aplikasi skid power srayer atau pengabut panas (fogger).

Tirathaba

Hama Tirathaba
Tirathaba (=Melissablaptes, Mucialla) ruptilinea (Wkl).
Preferred Name
Tirathaba mundella Walker, 1865 Taxonomic Position
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Lepidoptera
Family: Pyralidae
Subfamily: Galleriinae
Sumber gambar : CABI
Gejala Serangan
Secara umum hama Tirathaba dikenal sebagai perusak perbungaan dan perbuahan. Larva merusak dengan memakan dimulai pada bagian tangkai bunga dan menggerek ke dalam. Larva menutupi bagian bekas gerekan dengan benang-benang yang dihasilkannya. Larva menjadi sangat aktif apabila diganggu.
Morfologi/Bioekologi
Ngengat mempunyai sayap depan kehijauan dan sayap belakang merah jingga (oranye). Larva berwarna coklat kehitaman. Telur diletakkan secara terpisah.
Tanaman Inang Lain
Kopi, durian, sorgum, tengkawang dan jarak (Ricinuas)
Pengendalian
Cara biologi
  • Pemanfaatan musuh alami antara lain lalat Tachinidae (Argyroplax basifulva), Venturia sp. (Ichneumonidae), Apenteles tirathabae (Braconidae) dan Telenemus tirathabae (Scelionidae).

Kutu Kapas

Kutu Kapas, Kutu Putih (Cacao mealybug)
Planococcus (=Pseudococcus) lilacinus
Taxonomic Position  :  Kingdom: Animalia

Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Order: Hemiptera
Suborder: Sternorrhyncha
Superfamily: Coccoidea
Family: Pseudococcidae
Sumber gambar : CABI
Gejala Serangan
Seperti homoptera lainnya, P. licasinus dapat menimbulkan kerusakan secara langsung dengan mengisap cairan tanaman, dan pada tingkat kerusakan berat dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman serta menimbulkan kerontokan buah muda. Secara tidak langsung, kutu menghasilkan embun madu sebagai tempat hidup cendawan jelaga.
Morfologi/Bioekologi
Kutu berbentuk oval dan pada bagian punggung terdapat garis-garis yang diselimuti lapisan lilin tipis. Nimfa muda sangat aktif bergerak dan bergerombol selama 4 minggu pertama.
Nimfa menjadi dewasa setelah 37–50 hari. Sebanyak 270 embrio berkembang dalam tubuh induknya, tetapi yang berhasil menjadi dewasa hanya 30 ekor. Kutu jantan sangat jarang dijumpai. Kutu berkembang biak secara parthenogenesis (tanpa kawin). Masa peletakan telur selama 4 – 5 minggu.
Tanaman Inang Lain
Jeruk, anggur, kopi, kakao, kapok, dadap, sirsak, jambu biji, bunga kupu-kupu (bauhina).
Pengendalian
Cara biologi
- Pemanfaatan musuh alami seperti semut hitam, dan cendawan parasit Empusa fresenii, predator Cryptolaemus montrouzieri (Coccinellidae) dan Leptomastidae abnormis (Encyrtidae).

Jamur Upas

Jamur Upas
Upasia salmonicolor (Berk. Et Br.) Tjorkr. Syn. Corticium salmonicolor Berk. Et Br.

Gejala Serangan
Pada cabang yang sudah berkayu mula-mula timbul benang-benang cendawan seperti sarang laba-laba yang lalu berkembang menjadi kerak cendawan berwarna merah jambu.
Cendawan berkembang terus, masuk ke dalam kulit dan menyebabkan kulit membusuk. Cendawan akan berkembang terus walaupun kulit sudah mati.
Morfologi dan Daur Penyakit.
Penyakit lebih banyak pada musim hujan. Perkembangan cendawan terdiri atas beberapa stadium yaitu stadium sarang laba-laba (membentuk benang-benang yang mengkilat), stadium kortisium (membentuk kerak merah jambu) dan stadium nekator (membentuk badan buah), piknidium berwarna merah bata. Konidium dipencarkan oleh percikan air atau serangga.
Kelembaban merupakan faktor pendukung berkembangnya penyakit. Penyakit banyak terdapat di daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi, bahkan di daerah-daerah yang iklimnya keringpun sering kali muncul apabila kebun terlalu rapat.
Tanaman Inang lain
Menyerang bermacam-macam pohon-pohonan kurang lebih 140 jenis yang umumnya terdapat di pekarangan, kebun maupun hutan antara lain melinjo, nangka, apel, kelengkeng, karet dan jati.
Pengendalian
Cara kultur teknis
- Menjaga agar kebun tidak gelap dan lembab
Cara mekanis
- Jika cendawan sudah mencapai stadium kortisium, sebaiknya cabang dipotong lebih kurang 30 cm di bawah bagian yang kulitnya sudah membusuk
Cara kimiawi
-  Cabang yang terserang diolesi dengan fungisida tembaga pada stadium sarang laba-laba.

Benang Putih

Benang Putih (White Thread Blight/ Jamur Rambut Kuda) Marasmius sp.
Preferred Name
Marasmiellus scandens (Massee) Denis & D.A. Reid
Taxonomic Position
Kingdom: Fungi
Phylum: Basidiomycota
Class: Basidiomycetes
Order: Agaricales
Family: Tricholomataceae
Sumber gambar : CABI
Gejala Serangan
Pada cabang dan ranting sering terdapat benang putih yang sering dimulai dari cabang. Benang putih tersebut bercabang-cabang yang terdiri dari miselium jamur. Benang-benang dapat mencapai daun, bercabang halus yang meluas pada permukaan bawah daun dan menyebabkan matinya daun. Daun yang telah kering masih tergantung-gantung pada ranting karena terikat oleh benang-benang cendawan tersebut.
Tanaman Inang Lain
Marasmius sp. dikenal banyak menyerang berbagai jenis tanaman tropika antara lain karet, kelapa sawit, coklat, pala, sawo, manggis, soka, dan lain-lain.
Pengendalian
Cara mekanis
-          Sanitasi terhadap sisa-sisa tanaman (daun dan ranting) dan memusnahkan/membakar.
Cara kimiawi
-     Penggunaan fungisida yang efektif

Tikus pohon

Tikus pohon Rattus argentiventer (Rob & KI)
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Gejala serangan
Hama ini biasanya menyerang buah. Gejala akibat serangan tikus adalah rusaknya sebagian buah salak yang dikerat oleh tikus. Biasanya kerusakan pada tandan buah akan bertambah dari waktu ke waktu karena tikus akan kembali pada sumber makanan yang ditemukannya walaupun yang terserang adalah buah lain yang masih utuh pada tandan buah tersebut. Tikus ini menyerang buah salak baik yang masih muda maupun yang tua. Kerusakan akibat serangan tikus ini cukup besar karena dapat mengurangi jumlah buah yang akan dipanen
Morfologi dan Bioekologi
Tikus umumnya mempunyai habitat pada semak belukar ataupun pada hutan-hutan sekunder dan membuat sarang pada pohon-pohon di hutan atau di hutan bambu.
Pengendalian
 Cara Mekanis
- Pemasangan perangkap

Kutu dompolan

Kutu dompolan / Kutu putih: (Pseudococcus sp.)
Ordo : Hemiptera
Famili : Pseudococcidae
Gejala serangan
Kutu putih ini biasanya ditemukan pada anak daun terutama dekat tulang daun karena serangga ini merusak tanaman dengan cara mengisap cairan tanaman.
Infestasi berat serangan ditandai adanya warna putih dan terdapat semacam massa seperti lilin pada bagian batang, buah dan sepanjang tulang daun bagian permukaan bawah daun. Infestasi berat biasanya muncul pada percabangan dan daun disertai embun madu.
Apabila serangan terjadi pada pucuk, daun tidak dapat berkembang dengan sempurna, bahkan dapat mati. Daun tua yang terserang menjadi berwarna hijau kusam, pada serangan berat, daun menjadi layu.
Morfologi dan Bioekologi
Populasi kutu biasanya meningkat pada bulan kering terutama saat kelembaban nisbi pada siang hari turun sampai di bawah 75%. Eksplosi dapat terjadi apabila kelembaban nisbi turun drastis di bawah 70% selama 3 – 4 bulan dan dikombinasikan dengan hari hujan kurang dari 10 hari per bulan.
Serangga dewasa tidak menghasilkan telur. Nimfanya berukuran 0.3 mm berwarna kekuningan pucat seluruh tubuhnya tertutup lilin putih. Serangga betina baik yang dewasa maupun yang belum dewasa memiliki warna sama, dan masing-masing memiliki 17 pasang ’tungkai’ berwarna putih.
Tanaman Inang Lainnya
Jeruk, persik, alpukat, jambu biji, pir, terong dan anggur.
Pengendalian
Cara Biologis
  • Pengendalian secara biologi, pernah diterapkan di California, dilakukan dengan penggunaan parasitoid jenis lebah, yaitu : Tetracnemoidea sydneyensis dan T. Peregrina, serta predator dari bangsa kepik : Cryptolaemus montrouzieri.
  • Terjadinya ledakan hama sering disebabkan oleh penggunaan pestisida secara tidak bijaksana, jadi sedapat mungkin pengendalian dengan bahan kimia dihindari karena b
    erdasarkan penelitian, terdapat resistensi setelah dilakukan aplikasi pestisida pada kutu ini.

Kumbang penggerek

Kumbang penggerek pucuk: Omotemnus serrirostris
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae
Gejala serangan
Hama ini dapat merusak pucuk salak dan banyak menyerang bunga salak baik bunga jantan maupun bunga betina. Pada populasi tinggi dalam 1 malai dapat ditemukan hingga beberapa kumbang yang dapat merusak kelobot bunga betina. Bunga betina yang terserang hanya dapat menghasilkan 3-4 buah.
Pengendalian
 Cara Kultur Teknis
- Memberikan perlindungan pada tandan buah sejak masa pembungaan, antara lain dengan pembrongsongan
- Melakukan sanitasi lahan

Bercak Daun

Bercak Daun Pestalotia: Pestalotiopsis palmarum (Cooke) Steyaert
Gejala serangan
Pada permukaan daun terdapat bercak-bercak kecil berwarna abu-abu kecoklatan
Tanaman Inang lainnya
Tanaman kelapa, flabellifer (Palem ‘toddy’), kayu manis, pala, jambu biji, Ziziphus mauritiana (jujube)
Pengendalian
 Cara Kultur Teknis
- Pemeliharaan tanaman dengan baik (pengolahan tanah, pemupukan, pengairan, dan lain-lain)
- Penurunan tingkat kelembaban tanah yang berlebihan pada saat panen untuk menurunkan infeksi pada lentisel.
- Pengendalian nematoda dan serangga tanah
 Cara Mekanis
- Pemusnahan tanaman berpenyakit dan pengendalian gulma yang ada

Kumbang perusak buah



Kumbang perusak buah: Ommotemnus miniatrocnitis
Ordo : Coleoptera
Famili : Curculionidae


 Gejala serangan
  • Hama ini banyak dijumpai pada pangkal buah dan tandan buah. Serangga yang dikenal sebagai penyerbuk ini dapat menjadi hama penting karena merusak buah salak dan memakan daging buahnya. Buah yang telah terkelupas kulitnya terdapat lubang-lubang sebesar ukuran tubuh serangga ini. Buah yang terserang berdiamater 4,5 cm atau yang berumur di atas 4 bulan.
  • Sedangkan serangan pada bunga biasanya terjadi pada saat bunga sedang mekar, baik bunga jantan maupun bunga betina, namun biasanya populasinya lebih tinggi pada bunga jantan yang sedang mekar. Serbuk sari dan benang sari bunga jantan yang terserang oleh serangga ini akan lebih mudah gugur. Pada bunga betina, yang mengalamai kerusakan lebih dulu adalah bagian tangkai putik dan kelopak bunga yang ada di dalam. Hal ini dapat mengganggu proses pembentukan buah, juga mempercepat pembusukan, terlebih apabila ada cendawan yang ikut terlibat. yang terserang, bagian bunga menjadi tidak utuh lagi karena dimakan oleh serangga ini.
  • Hama ini sangat potensial merusak tanaman salak karena bunga salak yang terserang akan gagal membentuk buah dan bila terbentuk buah maka buah yang dihasilkan berukuran kecil atau bentuknya tidak sempurna.
Morfologi dan Bioekologi
  • Kumbang ini memiliki kisaran tanaman inang yang cukup luas. Populasi serangga dapat meningkat pada musim hujan. Berdasarkan informasi penelitian, kumbang menyukai buah yang berukuran cukup besar. Pada populasi tinggi, kumbang ditemukan bergerombol pada pangkal buah dan moncongnya dapat mengganggu dudukan buah pada tandan. Serangga ini jika tersentuh akan pura-pura mati atau segera menjatuhkan diri ke tanah, dan di permukaan tanah akan sulit ditemukan karena tersamarkan secara baik
Tanaman inang lain
  • Selain salak, kumbang juga dapat hidup pada tanaman kacang-kacangan.
Pengendalian
 Cara Mekanis
  • Memberikan perlindungan pada tandan buah sejak masa pembungaan, antara lain dengan pembrongsongan
  • Melakukan perampasan bunga jantan dan bunga betina yang terserang
 Cara Kultur Teknis
  • Melakukan sanitasi lahan

Ngengat penusuk buah

Ngengat penusuk buah: Eudocima fulliona
Ordo: Lepidoptera,
Famili: Noctuidae
Gejala Serangan
  • Serangga dewasa memakan sari buah dengan menusukkan probisisnya dengan kuat. Satu atau lebih lubang tusukan merupakan gejala serangan awal secara eksternal. Air dari buah menetes dari lubang tusukan dan menyebabkan buah kotor. Busuk pada buah dapat diakibatkan oleh cendawan seperti Oospora spp. dan Fusarium spp. Cendawan tersebut mengakibatkan terjadinya fermentasi.
  • Bagian tanaman yang diserang adalah buah, sedangkan stadia tanaman yang diserang adalah stadia pembentukan buah dan masa pertumbuhan vegetatif.
  
Gambar : Larva, dewasa jantan  dan betina E. Fulliona (Sumber CPC 2005 Edition).
Morfologi dan Bioekologi
  • Pada suhu sekitar 250C, telur menetas selama 3 hari. Lama periode larva bervariasi tergantung pada kualitas dan tipe inangnya, tetapi pada jenis tertentu, larva mampu bertahan selama 17 – 21 hari. Serangga ini melakukan perkawinan pada malam hari dan dini hari. Ngengat betina dapat bertelur sampai 750 butir telur.
  • .E. fullonia cenderung menyukai tanaman dari famili Menispermaceae dan dari jenis Erythrina (E. variegata).
  • Telur berbentuk setengah lingkaran, berdiameter 1 mm dan berwarna hijau keputihan sampai kekuningan. Kapsul kepalanya berwarna kecoklat-coklatan. Telur biasanya diletakkan di bawah daun tanaman inang
  • Panjang larva 4 – 5 mm, warna hijau terang, kapsul kepala mempunyai lebar 0,5 mm. larva mengalami ganti kulit 4 – 5 kali. Pada stadia instar akhir panjang larva dapat mencapai 60 mm dan lebar kepala 4,5 mm. Larva dewasa berwarna beludru kecoklat-coklatan sampai hitam atau kuning muda sampai hijau. Terdapat bercak/titik berwarna putih sepanjang badannya. Pada abdomen 2 dan 3 terdapat eye spot. Larva mempunyai 4 abdomen pada bagian prolegnya, segmen pertama bersifat rudimenter. Bagian anal melebar dan membentuk tubercle. Ketika masuk fase istirahat larva mengangkat bagian posteriornya sehingga tubuhnya naik ke atas. Jika diganggu, larva akan membesarkan tubuhnya dan mengeluarkan air ludahnya.
  • Akhir masa makan, larva membentuk kokon sutera di antara daun pada tanaman inangnya dan menggantung pada daun yang ditempelinya. Pupa berukuran 30 mm, warna coklat kehitaman yang terang.
  • Ngengat dewasa berbentuk sempurna, dengan panjang sayap 80 – 100 mm. Rongga toraks berwarna ungu kecoklat-coklatan dan abdomen berwarna kekuning-kuningan. Sayap belakang berwarna kekuning-kuningan dan didominasi daerah hitam yang luas pada bagian tengah sayap.
  • Corak warna sayap depan adalah seksual diamorpik. Ngengat jantan mempunyai sayap depan yang berwarna merah kecoklatan sampai ungu kecoklatan. Corak warna ngengat betina lebih bervariasi, diantaranya adalah ungu kecoklatan dan abu-abu kekuning-kuningan, banyak bintik berwarna hijau dan putih pada tubuhnya.
Tanaman Inang Lain
  • Belimbing, paprika, papaya, jeruk, jeruk mandarin, duku, leci, tomat, mangga, jambu biji, kacang mete, sirsak, srikaya, nangka, pamelo, (kopi arabika, melon, pisang, rambutan, markisa, delima.
Daerah Sebaran
  • Asia: Bhutan, Brunei Darussalam, Cambodia, China (Anhui, Fujian, Guangdong, Guangxi, Hainan, Hong Kong, Hubei, Hunan, Jiangsu, Jiangxi, Sichuan, Taiwan, Yunnan, Zhejiang, Christmas Island (Indian Ocean)), India (Andaman and Nicobar Islands, Andhra Pradesh, Assam, Bihar, Gujarat, Indian Punjab, Karnataka, Kerala, Madhya Pradesh, Maharashtra, Orissa, Rajasthan, Sikkim, Tamil Nadu, Uttar Pradesh, Gupta, West Bengal), Indonesia (Jawa, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara, Papua Barat, Sulawesi, Sumatra), Jepang (Honshu, Kyushu, Shikoku), Korea DPR, Korea Republic of, Laos, Malaysia (Peninsular Malaysia, Sabah, Sarawak), Mongolia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Philippines, Singapore, Sri Lanka, Thailand, Vietnam, Afrika: Angola, Benin, Cameroon, Congo CĂ´te d'Ivoire, Ghana, Guinea, Kenya, Liberia, Madagascar, Malawi, Mozambique, Namibia, Nigeria, RĂ©union, Sao Tome and Principe, Sierra Leone, Tanzania, Uganda, Zimbabwe, Amerika Utara: USA, Hawaii, Oceania: American Samoa, Australia, Belaum, Cook Islands, Federated states of Micronesia, Caroline Islands, Fiji, French Polynesia, Guam, New Caledonia, New Zealand, Niue, Norfolk Island, Northern Mariana Islands, Papua New Guinea, Samoa, Solomon Islands, Tonga, Vanuatu, Wallis and Futuna.
Pengendalian
• Cara Mekanis
  • Mengumpulkan dan menghancurkan buah yang jatuh atau busuk.
  • Pemanenan buah secepatnya atau sedini mungkin atau pada waktu awal, terutama pada saat panen raya.
  • Memasang jaring pada pohon atau kebun, atau membungkus buah yang ada di pohon dengan kertas, juga berfungsi untuk mempertahankan kualitas buah.
  • Penggunaan lampu perangkap berwarna kuning – hijau muda/terang (580 nm), atau dengan pendirian barier/penghalang di luar pertanaman dengan cahaya di sekeliling kebun (>2 lumens/m2).

Kutu Nenas

Kutu Nenas: Dysmicoccus brevipesOrdo: Hemiptera,
Famili: Pseudococcidae
Gejala Serangan
D. brevipes umumnya terdapat pada akar nenas dan berkembang dalam koloni yang besar pada daerah di atas tanah. Kumbang dapat menyebar ke atas untuk mencari makan pada bunga dan buah yang matang dan memakan daun. Gejala awalnya daun berwarna keemasan kemudian mengalami perubahan warna dari merah menjadi merah muda dan pada tepi daun terdapat garis-garis. Pada umumnya tanaman menjadi layu dan akan mengalami fase sehat kembali, dimana daunnya menjadi segar lagi dan
terlihat normal. Layu dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal.
Gambar : Koloni D. brevipes dan Nenas yang terserang D. brevipes (Sumber CPC 2005 Edition dan PKBT IPB)
Morfologi dan Bioekologi
Betina mengalami tiga instar nimfa. Jantan mengalami dua nymphal instar, yaitu pre pupa dan pupa. Pengembangan dari instar pertama ke dewasa kurang lebih 24 hari pada kedua jenis kelamin. Betina dewasa hidup 17 - 49 hari, sedangkan jantan dewasa hidup 1 - 3 hari. Perbandingan jenis kelamin 1:1. Lama hidup biparental D. brevipes adalah lebih pendek dibandingkan dengan bentuk/periode partenogenetik.
Instar pertama D. brevipes bergerak aktif dalam waktu tidak lebih dari satu hari. Pada masa partenogenetik sebagian besar D. brevipes berada pada bagian yang lebih rendah dekat tanah atau di bawah tanah, sedangkan bentuk biparental D. brevipes, bersama-sama denga D. neobrevipes, biasanya terutama terdapat pada bagian atas mahkota dan buah
Tanaman Inang Lain
Kacang mete, sirsak, seledri, kacang tanah, cabai, jeruk, kelapa, kopi arabika, talas, ketimun, wortel, Ficus, kapas, ubi, apel, mangga, ketela, pisang, alpukat, jambu biji, tebu, kentang, kakao, jagung, ginseng.
Pengendalian
• Cara Fisik
Merendam mahkota nenas dalam air panas pada suhu 500C selama 30 menit.
• Cara Peraturan
Dengan melarang masuknya nenas yang diduga membawa kutu nenas yang dapat menyebabkan layu pada tanaman nenas.

Busuk Hitam

Busuk Hitam pada Nenas
Ceratocystis paradoxa (Dade) C. Moreau)
Gambae : Nenas yang terserang C. paradoxa
(Sumber CPC 2005 Edition)
Gejala Serangan
Bibit nenas terjadi busuk lunak yang berwarna coklat pada pangkalnya. Pembusukan dapat meluas ke atas ke daun-daun sebelum atau sesudah bibit dipindahkan ke lapang.
Pada daun timbul bercak-bercak putih kekuningan (streak) yang lebar dan pendek. Buah matang yang terinfeksi menjadi busuk, berwarna kuning yang akhirnya berubah menjadi hitam. Pembusukan tersebut menimbulkan bau yang khas.
Patogen ini menyerang pada bagian buah, daun, akar, benih dan juga batang nenas.
Morfologi dan Daur Penyakit
C. paradoxa adalah cendawan yang heterotalis. Cendawan menghasilkan etilacetat yang menyebabkan pembusukan pada buah nenas berbau khas.
C. paradoxa dapat hidup sebagai saprofit dalam tanah, sehingga dapat menyebar melalui tanah atau sisa-sisa tumbuhan inang. Pada jaringan yang sakit, cendawan dapat membentuk konidium, dimana sporanya dapat disebarkan oleh angin atau hujan dan tumbuh baik pada suhu 28 0C dengan pH tanah antara 5,5 – 6,3.
Tanaman Inang Lain
Areca catechu (Betelnut palm), kelapa, kopi. Mangga, pisang, tebu, kakao, jagung, Elaeis guineensis (African oil palm)..
Pengendalian
 Cara Kultur Teknis
- Melakukan penanaman bibit pada cuaca yang kering dan cerah.
- Bibit ditaruh terbalik di atas tanaman nenas di lapang selama beberapa hari sebelum ditanam.
- Mencegah terjadinya luka-luka pada pangkal tanaman di lapang.
 Cara Kimiawi
- Bibit dicelup ke dalam larutan fungisida, misalnya dengan menggunakan benomyl atau thiabendazole.
- Tangkai buah dicelup setelah dipotong dengan asam benzoat 10% dalam etanol selama 5 jam.
- Pemberian serbuk kalsium hipoklorida

Busuk Hati

Busuk Hati dan Busuk Akar
Phytophthora cinnamomi dan P. nicotianae
Gejala Serangan

Pada daun terjadi perubahan warna menjadi hijau belang-belang kuning dan ujungnya nekrotis. Daun-daun muda bila dicabut pagian pangkalnya akan terlihat membusuk dengan bau busuk dan warna coklat. Pembusukan terjadi pada daerah perakaran. Hal ini dapat menyebabkan tanaman menjadi matiGambar : Busuk Akar pada Tanaman Nenas
Morfologi dan Daur Penyakit
Phytophthora adalah cendawan tanah, dapat bertahan lama dalam tanah yang mengandung bahan organik. Cendawan dipencarkan dalam bentuk miselium bersama-sama dengan tanah atau bahan organik yang mengandung Phytophthora misalnya oleh air yang mengalir di permukaan tanah, pengairan, air hujan dan alat-alat pertanian
 Gambar : Busuk Hati pada Tanaman Nenas
P. nicotiane var. parasitica pada nenas hanya membentuk sporangium jika miseliumnya terendam air. Spora kembaranya dapat menginfeksi akar muda yang sedang tumbuh, dan daun yang tidak terlukai.
Phytophthora spp. dapat menyerang saat stadia/fase pembentukan bunga, pembentukan buah, dan fase pertumbuhan vegetatif.
Tanaman Inang yang Lain
Alpukat, Begonia, Camellia, Camellia japonica, Castanea, Cinnamomum verum, Ericaceae, Eucalyptus, Juglans, Pinopsida, Rhododendron, Banksia, Cedrus deodara, Chamaecyparis, Cupressus, Fagus, Leucothoe, Magnolia virginiana, Taxus baccata, Xanthorrhoea.
Pengendalian
 Cara Kultur Teknis
Memperbaiki drainase tanah, mengurangi kelembaban sekitar kebun
 Cara Mekanis
memotong/mencabut tanaman yang sakit.
 Cara Biologi
Dengan menggunakan agen antagonis Trichoderma sp. Menurut laporan penggunaan 200 gram Trichoderma kompos/lubang yang diaplikasikan pada 2 minggu sebelum tanam mampu menekan intensitas serangan Phytophthora sp.
 Cara Kimiawi
Mencelupkan bibit dalam suspensi fungisida, antara lain bubur bordeaux atau kaptafol, atau dengan pestisida berbahan aktif Mankozeb 80%.

Uret Lepidiota

Uret Lepidiota stigma (F.)
Ordo Coleoptera,
Famili Scarabaeidae sub famili Melolonthinae. 

   

Gambar di atas : Uret L. Stigma; telur ==> Larva ==> Pupa ==> Imago (Sumber: CPC 2005 Edition)
Gejala
  • Gejala awal mirip dengan gejala tanaman yang kekeringan (kurang air). Mulanya daun menguning pada rumpun bagian dalam dan menjadi gugur, selanjutnya menjadi gundul dan batang menjadi rusak. Pada kasus yang parah, pangkal batang tanaman dapat terangkat dan tercabut dengan sendirinya. Tanaman nenas yang rusak tersebut dengan mudah dapat dicabut dan dapat dijumpai ‘terowongan’ yang merupakan tempat persembunyian uret.
  • Kerusakan yang terberat terjadi pada saat stadia instar 3 karena pada stadia ini L. stigma sangat rakus, khususnya saat masih muda. Stadia instar awal hidup di tanah organik.
  • Menurut Wiroatmojo, keberadaan populasi instar L. stigma sebanyak 4-5 ekor per pohon dapat menyebabkan kerusakan secara ekonomis.
Morfologi dan Bioekologi
  • Serangga dewasa berwarna coklat gelap hampir hitam, L. stigma jantan bagian dorsalnya menebal, berwarna coklat pucat, memanjang, bersisik tajam dengan sebuah ambalan kecil yang tebal, dengan sisik berwarna putih yang tumpang tindih pada bagian pangkal langit-langit elytral. Ambalan ini kadang-kadang sangat tereduksi. Pada serangga betina dewasa biasanya bagian dorsalnya berwarna putih atau bersisik kuning pucat, demikian halnya ambalan bagian pangkal langit-langit juga tidak begitu nampak, panjang tubuhnya sekitar 35 - 50 mm.
  • Larvanya memiliki kepala berwarna coklat pucat dan berdiameter sekitar 10 – 11 mm; panjang tubuhnya mencapai 75 mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan berbentuk seperti huruf C dengan tungkai yang berkembang dengan baik.
  • Kumbang muncul dari dalam tanah pada petang/malam hari, kemudian melangsungkan perkawinan di dalam tanah atau pada tanaman. Selama itu, kumbang menjadi tidak aktif pada tanaman, dan kebanyakan mereka berlindung di dalam tanah. Telur dihasilkan 8 hari setelah kopulasi (kawin) di dalam tanah pada kedalaman tertentu. Selama perkembangan larva terjadi pergantian instar (3 – 5). Setiap stadia ditandai dengan pergantian kulit.
  • Instar 3 dari larva ini dikenal sangat rakus makan dan tumbuh dengan sangat cepat, namun kemudian uret menjadi inaktif, bergerak masuk ke dalam tanah membuat semacam ‘saluran’ atau ‘terowongan’ untuk masa berpupa. Siklus hidup serangga ini membutuhkan waktu sekitar 1 tahun.
Daerah Sebaran
  • Asia: China, Indonesia (Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sumatra), Jepang, Malaysia (Peninsular Malaysia), Singapore, Thailand
Tanaman inang lain
  • Salak, jagung, ubi kayu, kopi, karet, dadap, asem, kacang-kacangan, keladi, pisang, kelapa, semangka, labu, ganyong, Desmodium sp., Crotalaria sp dan Cannaedulis
Pengendalian
Cara Kultur Teknis
  • Mengolah tanah hingga kedalaman 0,3 m dapat secara langsung membunuh uret yang berada di lapisan top soil serta dapat memaparkan uret terhadap parasitoid.
  • Penggunaan tanaman perangkap antara lain: jayanti (Sesbania sesban), turi (Sesbania grandiflora), Acacia tomentosa, asam (Tamarindus indica), jengkol (Pithecellobium jiringa) dan jambu mete atau kacang mede (Anacardium occidentale).
  • Rotasi Tanaman, beberapa tanaman dari famili kacang-kacangan (Leguminoceae) tidak cocok bagi hama ini. Oleh karenanya, dapat dijadikan alternatif sebagai tanaman rotasi.
Cara Mekanis
  • Pengumpulan kumbang secara manual.
  • Pengumpulan larva dari tanah.
Cara Biologis
  • Penggunaan parasitoid, antara lain dari famili Tiphiidae dan Scoliidae (Hymenoptera), misalnya: Campsomeris.
  • Penggunaan serangga predator dari famili Asilidae, Tabanidae, Carabidae, Elateridae, Histeridae, dan Formicidae.
  • Predator lain: kodok/ katak (amphibi), cicak tanah: Ameiva exsul, burung.
  • Cendawan Entomopatogen: Metarhizium anisopliae.
  • Bakteri Entomopatogen: Bacillus popillae.
Cara Kimia
  • Pengendalian secara kimia khususnya pada area dengan kerusakan yang parah akibat hama ini dengan insektisida yang efektif, terdaftar dan sudah diizinkan oleh Menteri Pertanian.

Pineapple Wilt Virus (PWV)

Pineapple Wilt Virus (PWV)
Famili: Closteroviridae;
Genus: Closterovirus
Tanaman Nenas (bawah) yang Terserang PWV (Sumber PKBT IPB)
Gejala
Karakteristik penyakit ini adalah pada awalnya, pucuk daun mengalami dieback dan warnanya memerah sepanjang daun. Selanjutnya warna daun yang semula merah menjadi merah muda, daun kehilangan rigiditasnya (kekakuan) dan akhirnya jatuh ke tanah. Pertumbuhan akar terhambat sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman yang terserang saat stadia awal pertumbuhan tidak dapat membentuk buah atau hasil buahnya kecil. Pada buah bentuknya menjadi tidak normal, pada daun menyebabkan luka, warna dan bentuk daunnya tidak normal, daun layu, sedangkan pada akar berkurangnya sistem perakaran.
Morfologi dan Daur Penyakit
Populasi kutu dompolan biasanya berasosiasi dengan semut. Semut memelihara kutu dompolan yang melindungi mereka dari pemangsaan dan mengambil madu yang diproduksi oleh kutu dompolan, mencegah berkembangnya embun jelaga. Embun jelaga merupakan patogen yang dapat menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi pada kutu dompolan. Jumlah kutu dompolan yang menginfestasi tanaman nenas berkorelasi dengan jumlah semut yang ada di lapangan.
Asosiasi antara virus dan kutu dompolan penyebab layu, diduga berasal dari virus yang disebarkan melalui kutu dompolan ketika mereka makan tanaman nenas. Sejak masa pertumbuhan vegetatif nenas, strain virus yang ringan mungkin hidup secara terus menerus di antara klon-klon yang ada dalam satu varietas. Virus sekunder mungkin terbawa oleh kutu dompolan dan secara sinergis menyebabkan gejala layu.
Tanaman Inang Lain
Beberapa jenis gulma seperti Andropogon insularis dan Paspalum urvellei.
Pengendalian
 Cara Kultur Teknis
Jarak tanaman yang dekat dapat menurunkan tingkat perkembangan penyakit layu pada nenas. Tetapi hal tersebut tergantung juga pada kondisi geografi yang berbeda-beda.
 Cara Fisik
Perlakuan perendaman dengan air panas pada mahkota tanaman nenas pada suhu 50 0C selama 30 menit akan mengurangi gejala layu pada tanaman nenas.
 Cara Biologi
Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan Anagyrus pseudococci dan A. coccidiovorus. Tetapi hal ini masih diujikan dalam skala laboratorium.
 Cara Kimiawi
Insektisida yang dievaluasi dapat digunakan untuk mengendalikan semut yang berasosiasi untuk mengendalikan penyakit adalah yang mengandung bahan aktif diklorfos.

Kumbang penggerek

Kumbang penggerek: Metamasius hemipterus,(weevil borer. Ordo: Coleoptera)  
Famili: Curculionidae
Kumbang Dewasa M. hemipterus (Sumber CPC 2005 Edition)
Gejala
Segera setelah larva berkembang, maka tanaman yang terinfeksi akan membusuk dan menimbulkan bau asam.
Bagian tanaman yang diserang adalah daun dan bonggol/pangkal tanaman. Stadia tanaman yang diserang yaitu stadia pertumbuhan vegetatif.
Morfologi dan Bioekologi
Panjang telur 1,7 mm, tembus cahaya dan berwarna kuning krem. Larva berbentuk sempurna, tebal, mempunyai 5 – 6 segmen pada bagian perutnya., berwarna putih, bagian toraks dan sternit abdominal berwarna kekuning-kuningan, panjang 15 - 17 mm. Kepala berwarna coklat, biasanya dengan garis-garis/belang-belang di bagian belakang, lebarnya 3,2 – 4,5 mm. Segmen abdominalnya mempunyai ciri khas, yaitu terdapat tiga lipatan di bagian belakang. Segmen abdominal 1 – 8 spirakel yang jelas.
Panjang pupa 14,5 mm, bagian anterior dan posterior mengerut, mempunyai 5 bagian spirakel pada bagian abdominal, dan terlihat dari atas.
Imago mempunyai warna yang variabel, hampir permukaan tubuhnya berwarna hitam, dengan dasar merah yang meluas pada bagian elitranya atau pada bagian elitra ini terdapat garis berwarna hitam dan merah secara membujur. Femur berwarna merah, merah garis-garis, atau juga kombinasi antara merah dan hitam. Lebar badan 9 – 14 mm.
Telur menetas setelah 4 hari. Larva mengalami ganti kulit beberapa kali selama 7 minggu. Setelah itu terbentuk kokon inang yang berupa serat-serat. Pupa ini akan bertahan selama 10 hari dan berubah menjadi serangga dewasa dan akan keluar bila kondisi lingkungan mendukung.
Tanaman Inang Lain
Kelapa, pisang, tebu; ubi, sorghum, jagung.
Daerah Sebaran
Eropa, Asia: Indonesia (Kalimantan), Philippines, Afrika: Cameroon, Congo Democratic Republic, Congo, Equatorial Guinea, Gabon, Nigeria, Amerika Tengah & Caribbean: Antigua and Barbuda, Barbados, Belize, Costa Rica, Cuba, Dominica, Dominican Republic, El Salvador, Grenada, Guadeloupe, Guatemala, Haiti, Honduras, Jamaica, Martinique, Montserrat, Nicaragua, Panama, Puerto Rico, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Trinidad and Tobago, United States Virgin Islands., Amerika Utara: Meksico, USA (Florida), Amerika Selatan: Argentina, Bolivia, Brazil, Amapa, Amazonas, Bahia, Goias, Maranhao, Parana, ParĂ¡, Pernambuco, Rondonia, Sao Paulo, Colombia, Ecuador, French Guiana, Guyana, Paraguay, Peru, Suriname, Uruguay, Venezuela, Oceania: Australia, Queensland,
Pengendalian
• Cara Mekanis
Tanaman yang terinfeksi harus dimusnahkan dari lahan, agar tanaman yang masih sehat tidak tertular.
• Cara Biologi
Nematoda Steinernema carpocapsae dapat mengendalikan larva dan dewasa M. hemipterus. Hal tersebut sudah pernah diuji cobakan di Florida.
Penggunaan cendawan Beauveria bassiana untuk mengendalikan M. hemipterus telah dievaluasi di lapang di daerah Costa Rica sejak tahun 1992. Formulasi cendawan patogen pada substrat beras atau tepung dapat diaplikasikan untuk memerangkap serangga tersebut. Hasilnya tingkat kematian M. hemipterus mencapai 54% – 80% setelah 15 hari.
• Cara Kimia
Pengendalian secara kimiawi untuk serangga dewasa M. hemipterus dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida yang berbahan aktif karbosulfan, imidachloprid.